Langsung ke konten utama

Gurita Pedas Ala Korea, Nakji Bokkeum

 

Sebagian kuliner Korea Selatan memiliki identik dengan pedasnya. Bahkan Negeri Ginseng ini memiliki saus pasta cabai ala mereka sendiri untuk tiap masakan pedasnya. Tidak terkecuali hidangan laut khas negeri mereka yang akan dibahas di sini. Hidangan ini cukup populer karena rasanya yang cukup memanjakan lidah para pencicipnya. Memiliki nama menu korea, nakji bokkeum yang diartikan menjadi spicy stir-fried octopus ini, menggunakan gurita sebagai bahan utama masakan. Gurita yang digoreng kering dan dipadukan dengan tumis sayuran serta saus pasta cabai ala Korea, Gochujang, menjadi ‘laporan observasi’ yang paling tepat saat melihat tampilan hidangan ini.

Pada tahun 1965, merupakan awal mula hidangan ini muncul di mana gurita dikonsumsi secara mentah, dikeringkan ataupun digoreng. Nakji bokkeum diperkenalkan oleh Park Mu Sun di sebuah kedai di Perusahaan Asuransi Ekspor Korea di Seorin-dong. Kemudian hidangan ini diadopsi oleh restoran karena kelezatannya yang menarik banyak minat pembeli. Bahkan, ia membuka cabang bernama Nakji Center karena permintaan yang kian menambah.

Pedas sudah menjadi identik untuk hidangan yang satu ini. Disajikan selagi hangat dan cita rasanya yang pedas merupakan perpaduan yang sempurna. Namun, terkadang beberapa orang tidak melupakan jogaetang atau sup kerang saat akan menyantapnya. Hidangan yang satu ini dipercaya dapat menyiasati sensasi pedas yang diberikan dari nakji bokkeum, maka dari itu sebagian orang menyantapnya dengan sup kerang ini.

Selain sup kerang, hidangan ini juga dapat disantap bersama dengan nasi putih serta kimchi dan terkadang dijadikan sebagai topping pada olahan mie. Namun, bukan berarti nakji bokkeum tidak nikmat atau tidak bisa, jika hanya disantap begitu saja. Gurita yang menjadi bahan utama hidangan ini memang telah umum menjadi masakan di Indonesia. Tetapi, tetap saja setiap Negara memiliki ciri khas dalam setiap masakannya. Tidak ada salahnya mencoba nakji bokkeum, hidangan gurita pedas ala Negeri Ginseng ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Chef Juna, Bakat Atau Keterampilan? Dari Berandalan Menjadi Chef Profesional

  Junior Rorimpandey atau lebih dikenal sebagai Chef Juna merupakan seorang koki professional spesialis masakan Perancis dan Jepang. Ia dilahirkan di Manado, 20 Juli 1975. Namanya dapat diketahui banyak orang berkat penampilannya yang menjadi salah satu juri dalam ajang Master Chef Indonesia. Sebagai juri, ia dikenal memiliki sifat yang sangat kejam, galak, tidak ramah serta komentarnya yang sangat pedas di acara TV yang menayangkan program memasak itu. Bahkan Chef Juna sampai mendapat kritikan pedas dari penonton yang mengikuti program acara TV tersebut. Namun, kepiawaiannya dalam memasak memang tidak diragukan lagi. Tak jarang dia sering menunjukkan keahliannya itu di depan para peserta dan tentunya juga di depan kamera. Koki yang telah diakui dengan lisensi dan keterampilannya itu ternyata sempat menempuh pendidikan di Universitas Trisakti, Jurusan Perminyakan selama 3,5 tahun. Namun, sayangnya ia tidak menamatkan pendidikannya hingga selesai lantaran dirinya yang dinilai terlalu

Kata Orang Tentang Seafood

  Seafood atau makanan olahan dari laut tidak jauh populer dari makanan daging lainnya, seperti daging ayam atau sapi. Karena cita rasanya yang unik dan berbeda dari daging ayam atau sapi, membuat seafood digemari. Namun tak jarang, beberapa orang harus berpikir dua kali untuk makan seafood karena kandungan kolesterolnya yang tinggi.  “yang tidak makan ikan, saya tenggelamkan!” kata mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Bu Susi Pudjiastuti. Bu Menteri aja promosi makan ikan sampai segitunya. Memang, sih, selain karena Indonesia ini negara maritim yang kaya akan hasil lautnya, seafood itu juga banyak manfaatnya, lho! Photo by  Julia Volk  from  Pexels Namun, dengan ini sifat bijak dalam memakan juga harus ada pada setiap konsumen seafood ini. Konsumen didorong untuk lebih selektif memilih hidangan laut. Karena kelanggengan sumber daya alam laut tidak mungkin dapat terjaga tanpa mengikutsertakan peran masyarakat sebagai sang konsumen. WWF Indonesia juga sempat melakukan sos