Aimless
Pagi itu sama seperti pagi – pagi
lainnya, satu piring berisi makanan, satu gelas berisi minuman dan satu orang
sedang duduk di meja makan. Tidak, aku tidak kesepian, aku bahagia walaupun
pagi ini terasa membosankan. Setiap hari tidak ada hal yang menarik di rumah,
namun aku masih bahagia, setidaknya aku masih memiliki tempat untuk ditinggali.
Jangan salah kira aku seorang wanita
karier yang tak sempat memilih calon untuk dinikahi ya! Aku masih bersekolah,
dan aku bangga sudah memiliki rumah sendiri. Rumah kedua orang tuaku sih lebih
tepatnya, namun semenjak mereka memiliki kehidupan masing – masing, kurasa
rumah ini menjadi milikku. Ya, aku anak broken home yang seperti orang – orang
bilang, tidak pernah sekalipun salah satu dari orang tuaku datang ke rumah ini,
membuat aku berpikir ini sudah menjadi rumahku saja. Namun, aku masih tetap
bahagia, setidaknya aku tidak ditelantarkan, aku masih disekolahi dan diberikan
uang setiap bulannya.
Aku masih merasa bahagia walaupun hidup
dalam kesendirian itu tidak enak. Satu hal, aku tidak pura – pura bahagia, aku
benar – benar bahagia dengan hidupku sekarang. Aku masih memiliki teman di
sekolah, dan masih memiliki seseorang yang bisa aku handalkan, yaitu pacarku.
Semua orang di sekolah, tahunya aku
hanyalah seorang anak beruntung yang selalu ceria dan memiliki pacar yang super
duper perhatian. Tidak ada satu pun dari mereka yang tahu kalau kedua orang
tuaku sudah memiliki kehidupan masing – masing, termasuk pacarku. Tidak,
bukannya aku menutupinya, hanya saja, mereka tidak menanyakannya. Tidak salah
kan kalau aku tidak bercerita? Aku memang tidak terlalu suka dikasihani.
Aku sering bercanda dengan temanku,
menjahili mereka, tertawa bersama, tak jarang aku pun juga kena dijahili oleh
mereka. Aku memang memiliki banyak teman, hampir satu sekolah mengetahui siapa
aku. Tapi tidak ada satu pun dari mereka yang tahu keresahanku di rumah, aku
berpikir itu bagus, karena aku tidak susah – susah bercerita. Dan aku masih
tetap bahagia dengan semua ini.
Bahkan guru – guru pun tahu siapa aku,
terkenal dengan kesopananku katanya. Tak jarang mereka meminta bantuanku dalam
banyak hal, sampai – sampai, teman – temanku sering berkata aku ini anak
kesayangan guru. Dan aku bahagia akan hal itu.
Sampai suatu ketika, sore itu sekolah
telah usai, semua murid di sekolahku sibuk dengan kegiatan masing – masing, ada
yang terburu – buru pulang, ada yang masih mempunyai kegiatan di sekolah, dan
ada juga yang tidak melakukan kegiatan apa – apa, hanya malas pulang terlalu
cepat saja. Sama seperti diriku, aku sudah bilang kan, di rumah itu
membosankan.
Waktu sore itu aku habiskan dengan
berbincang dengan temanku di sekolah, bukan teman kelas, juga bukan teman
seangkatan, mereka kakak kelasku di sekolah. Aku memang suka bergaul dengan
banyak orang, tidak terpaku dengan satu orang saja. Namun, hari itu aku sedikit
berselisih paham dengan mereka, yang membuat aku terburu – buru ingin pulang ke
rumah. Aku emosi, kesal dengan mereka yang tidak mengerti apa yang aku
bicarakan dan malah menyinggung – nyinggung hal yang seharusnya tidak mereka singgung.
Aku ingin kembali ke kesendirianku.
Hari makin hari, semua orang tampak tidak
seramah dulu, seakan – akan aku hanyalah siswi sekolah itu yang tidak dikenali
dan tidak terlihat. Semenjak keselisihan paham waktu itu sepertinya membuat
mereka semua yang dulu tampak ramah menjadi tidak seramah dulu lagi. Entah hal
di belakang apa yang terjadi dengan mereka, membuat aku ingin semakin kembali
ke kesendirianku.
Pacarku yang super duper perhatian pun
perlahan menghilang, semakin sibuk dengan urusannya. Aku kehilangan pijakan,
handalan hidupku menghilang. Sampai kabar itu terdengar di telingaku, aku benar
– benar merasa hidupku hancur, kabar yang menjadi perbincangan seantero
sekolah, pacarku berpacaran dengan adik kelas yang terkenal akan kecantikannya.
Aku garis bawahi, pacarku, dia masih menjadi pacarku, belum ada kata putus di
antara kita, walaupun pacarku semakin hari semakin dingin. Tapi tetap saja dia
masih pacarku, seseorang yang bisa aku handalkan selama ini. Semua ini benar –
benar membuat aku ingin semakin kembali ke kesendirianku.
Aku benar – benar kembali ke
kesendiranku, semua orang meninggalkanku seperti kedua orang tuaku. Bedanya aku
tak lagi bahagia dengan kesepian yang melingkupiku ini. Hidupku berubah 180
derajat, aku tidak lagi di kenal sebagai seorang anak beruntung yang ceria dan
memiliki pacar yang super duper perhatian. Yang tersisa hanyalah anak yang
pemurung dan pemarah seperti memiliki hidup yang tidak beruntung.
Setiap malam aku lewati dengan melamun
dan meminum minuman – minuman yang bahkan dulu pun aku tidak tahu ini apa.
Alasanku hanya satu, aku merasakan sedikit tenang, sudah itu saja. Aku terlalu
nyaman dengan kesendirianku, sampai – sampai setiap malam, hanyalah gelapnya
malam dan lampu yang lupa kunyalakan hingga pagi, yang menemaniku.
Menjelang pagi tiba, aku masih melakukan
aktivitas seperti biasanya, bunyi shower mengawali pagiku, satu piring dan satu
gelas di meja makan, sunyinya lorong penghubung antara ruang keluarga dan ruang
tamu, tali sepatu yang selalu ku ikat sendiri dan bunyi kincringan kunci pintu
utama yang menemani jalanku menuju ke sekolah. Semua tampak sama seperti hari –
hariku biasanya, yang berbeda hanyalah tidak ada lagi senyuman di bibirku.
Sekolah tampak membosankan, semua orang
terasa seperti mengacuhkanku, aku hanya dianggap seperti patung yang sedang
dapat keajaiban sehingga bisa berjalan sendiri. Semua guru juga tampak
memanfaatkanku, tersenyum saat akan meminta bantuan, yang ku balas hanyalah
wajah datar dan melengos pergi. Hari – hari di sekolah tampak seperti di
rumahku, kalau dulu aku ingin berlama – lama di sekolah, sekarang yang
kupikirkan hanyalah kapan aku kembali ke kesendirianku?
Kalau dulu ruang kelas dan lapangan menjadi
tempat favoritku, sekarang toilet dan atap menggantikan posisi mereka. Aku lebih
suka berlama – lama di toilet daripada di ruang kelas sehingga aku bisa
melamun, dan aku juga lebih suka di atap daripada di lapangan, di sana lebih
tenang, tidak ada orang berlalu - lalang dan tempat yang pas untuk menghisap
tembakau. Dulu orang perokok adalah salah satu hal yang selalu ku jauhi, namun
sekarang aku mengerti mengapa mereka suka sekali merokok. Rokok memang menenangkan dan juga candu.
Aku menjadi semakin liar, kalau dulu aku
resah sendirian di rumah dan sangat senang bergaul di luar rumah, sekarang aku
ingin selalu mengunci pintu rumahku dan tenggelam dalam kesendirianku. Menatapi
langit – langit kamarku sambil meminum minuman yang baru – baru ini menjadi
favoritku.
Malam itu aku ke minimarket, jajaran rak
tertata rapi di sana, tidak seperti hidupku yang hancur. Aku menyusuri rak –
rak itu, melihat satu benda yang memang sedang ku cari, sepertinya hari ini
hari keberuntunganku karena menemukan benda yang ku cari ini, di minimarket
pertama yang ku datangi. Entah hari keberuntunganku atau memang takdirku?
Nyaliku sekecil jarum tapi niatku sudah
sebesar kain. Ku mantapkan hatiku, aku lelah hidup dalam keramaian. Sesendiri
apapun aku di dalam rumahku, otakku masih tetap ramai. Aku ingin benar – benar masuk
ke kesendirianku, menutup pintu mataku dan juga nafasku. Aku mengambil barang
yang telah ku beli di minimarket tadi, lalu menutup hidungku dan mulai
meminumnya sekali teguk. Perasaanku mulai tenang, badanku terasa seringan
kapas, aku mulai menutup mataku siap menghadapi kesendirianku yang sebenarnya. Aku
tidak lagi bahagia.
Cahaya silau menyinariku saat ku membuka
mataku. Aku sempat mengernyit, menampik cahaya itu, ku lihat tanteku
disebelahku sedang tertidur sambil menggenggam tanganku. Aku heran, surga
memang sesilau ini tapi mengapa tanteku ada di sini? Bau obat mulai menusuk
hidungku, membuatku tersadar aku tidaklah di surga, membuatku menangis mengapa
Tuhan sekejam ini. Aku hanyalah ingin mencari kesendirianku yang sebenarnya,
tapi Tuhan tega membuatku semakin sengsara di kesendirianku yang ramai.
Tanteku terbangun mendengar suara isakan
tangisku, ia mengusap – usap kepalaku menenangkan. Tak terasa air mengalir juga
di pipinya, bibirnya hanya mengucapkan kata maaf beribu – ribu kali. Tak jarang
terucap juga kata yang tidak terpikirkan olehku, Tuhan selalu ada di samping
kamu, semua orang boleh pergi, tapi Tuhan tidak pernah pergi.
Selama ini di otakku hanyalah teman –
teman dan pacarku yang membuatku bahagia, sehingga saat semua itu menghilang,
kebahagiaanku pun juga ikut menghilang. Aku salah, satu hal yang tidak ku
ketahui, saat semua orang meninggalkanku, aku tidak benar – benar sendiri. Aku salah,
saat semua orang pergi, aku juga ingin ikut pergi. Aku salah, aku tidak mencoba
mencari ketenangan dengan cara yang baik. Aku salah, tapi Tuhan membuat
kesalahan itu menjadi sebuah pelajaran.
Saat
merasa kesendirian itu menyenangkan, coba carilah Tuhan yang selalu ada
disampingmu, dan sadari kalau kamu tidak sendiri. Jangan mencari ketenangan
dengan apa yang terlintas di otak, kadang hati berkata lain, karena di situlah
Tuhan berada. Jangan pernah bergantung dan berharap kepada manusia, karena ia tidak lebih dari hembusan nafas. Dosa manusia memang besar, tapi kasih Tuhan jauh lebih besar.
Komentar
Posting Komentar